INSAFNYA PREMAN SHOLEH
þ Cerita :
Pada
jaman sekarang hiduplah seorang remaja yang duduk di bangku kelas IX dan
bersekolah di SMP Negeri I Jaya Makmur. Sebut saja namanya Anton. Di rumah ia
dikenal sebagai anak yang rajin, sopan, jujur, dan baik hati. Begitupun di
sekolah, bahkan ia juga rajin mengaji. Orang tuanya sangat bangga terhadapnya
meskipun di bidang pelajaran umum ia agak pas-pasan. Saking bengganya, ia
difasilitasi banyak hal oleh orang tuanya (maklum orang tuanya cukup kaya dan
berpendidikan) mulai dari komputer, ponsel, sampai sepeda motor. Suatu hari
saat masuk pertama kelas IX di sekolah, ia bercakap-cakap dengan sahabatnya.
Rafi : “Hei,
Ton…! Gimana kabarmu? Liburan kemana aja?”
Toni : “Iya
nih, anak orang kaya, jalan-jalan dong…?”
Anton : “Yah,
nggak juga kali, liburan ini malah saudara-saudaraku yang berkunjung ke rumah,
jadi aku ya di rumah aja. Eh, Pak Guru udah datang tuh!” (Anak-anak masuk kelas
dengan tergesa-gesa)
Mereka masuk dan menerima pelajaran seperti biasa.
Sepulang sekolah mereka kembali bercakap-cakap:
Toni : “Eh,
gimana tadi kamu?”
Anton : “Ya,
gitu aja… masak tadi belum jelas?”
Rafi : “Ya
iyalah… dasar kambing, kupingmu lebar tapi nggak dipakek!!” (Anton dan Rafi
tertawa)
Toni : “Huh….
Dasar babi!! Badan aja gede tapi otakmu otak tempe!!! (Mereka tertawa lebih
keras lagi)
Rafi : “Hee…. Cungkring… emang kamu
kurang makan !!!!”
Toni : “Masih mending dong, dari pada
kamu kebanyakan makan, orang tua kesusahan!!”
Anton : “Heh, sudah sudah… nanti malah bertengkar,
eh yuk kita pulang! Sudah siang nih, nanti babinya kelaperan!!” (mereka
tertawa)
Begitulah mereka, 3 sahabat. Mereka sangat akrab. Setelah
sampai di rumah Anton ditanyai oleh orang tuanya:
Anton : “Assalamu’alaikum…”
Ayah + ibu : “Wa’alaikumsalam
Wr. Wb.”
Ayah : “Bagaimana
sekolahmu hari ini nak?” (Anton mencium tangan kedua orang tuanya)
Anton : “Baik
Yah, jadwal sudah seperti biasa, tapi bapak ibu guru masih belum mengajar
secara penuh.”
Ibu : “Oh,
ya ya. Ya sudah kamu ganti baju, sholat dan makan dulu!”
Anton : “Ya,
Bu.”
Setelah sholat dan makan, Anton kembali ke depan. Di
sana ayah dan ibunya sedang menonton berita di TV:
Ayah : “Ton, Anton, coba ke sini!! Lihatlah
berita di TV itu, sekarang ini banyak anak muda seusia kamu yang tingkah
lakunya menyimpang.”
Ibu : “Ya
nak, betu kata ayahmu. Semoga kamu nanti tak menjadi seperti itu dan dapat
membanggakan orang tuamu!”
Anton : (Mengangguk angguk)
Saat itu entah apa yag dipikirkan Anton. Ia
kelihatannya tertegun dengan acara di TV juga nasehat dari kedua orangtuanya.
Esok harinya ia masuk seperti biasa. Saat pulang juga seperti biasa ia bersama
para sahabatnya:
Rafi : (Menghampiri anton yang duduk-duduk) “Hei,
sob dari tadi diem aja, kenapa?”
Toni : “Iya
nih, anak keturunan ningrat kok diam!!” (Rafi adan Toni tertawa sambil tos)
Anton : “Ah,
nggak pa pa.”
Toni : “Nih,
dari pada diem aku punya sesuatu.” (Merogoh sesuatu dari dalam tasnya)
Anton : (Kaget) “Hahh…!”
Rafi : “Nggak
usah kaget gitu lahh, itukan Cuma rokok. Sini, biar anak bos kita coba!”
Anton : “Ah,
nggak ah. Aku nggak berani, kalian aja!”
Toni : “Yah,
kok gitu. Ayolah, kita ‘kan sahabat. Harus kompak. Itung itung gaul dikit
gitu!”
Rafi : “Yak,
tul! Kayak remaja-remaja di luar negeri itu lho… ‘kan Globalisasi…?”
Toni : “Ayolah…!”
Akhirnya setelah lama dibujuk oleh kedua sahabatnya
ia tak bisa menolak untuk merokok:
Rafi : “Haaa,
gimana Ton, rasanya?
Anton : “Mmm…
kalau dinikmatin enek juga.” (Berkata santai sambil menghisap rokok)
Toni : “Haha,
yang namanya sahabat emang harus berbagi kan? Termasuk berbagi kebahagiaan.”
Rafi : “Yak
betul! Ngomong-ngomong Anton ‘kan sudah ikut ngrokok. Jadi gimana kalau tiap
minggu kita iuran buat beli rokok?”
Toni : “Wah…
so pasti, setuju!”
Anton : (Mengernyitkan
dahi) “Hah, trus aku harus bilang gimana ke orang tuaku?”
Toni : “Bilang
aja buat iuran tugas, kita kan udah kelas sembilan? Banyak tugas ‘kan?”
Rafi : “Eh,
kan uang sakumu juga bisa dipakek?”
Anton : “Oh,
ya ya… boleh boleh …” (Mengangguk-angguk)
Sejak saat itu Anton menjadi berubah. Walaupun di
rumah ia masih bersikap baik namun ia menjadi tertutup dan tak sabaran. Sedangkan
di sekolah hampir setiap harinya, ia merokok bersama kedua sahabatnya. Kejadian
itu belum diketahui oleh pihak sekolah maupun orang tuanya. Uang sakunya yang
biasanya tersisa dan ditabung, kini tak terlihat lagi arahnya. Orang tuanya pun
heran dan bertanya,
Ayah : “Anton,
coba kamu ke sini sebentar!”
Anton : “Ya,
yah.”
Ayah : “Biasanya
uang sakumu berlebih dan kamu tabung. Yapi sekarang ayah lihat kamu jarang
sekali bahkan tidak pernah menyentuh celenganmu.”
Anton : “Begini
Yah, sekarang ‘kan Anton sudah kelas Sembilan dan banyak tugas. Jadi biasanya
uang saku saya gunakan untuk mengerjakan tugas.”
Ibu : “Dulu
biasanya kamu minta uang ke ibu kalau ada tugas?”
Anton : “Sekarang
tugas banyak Bu, nanti takut membebani.”
Ibu : (Mengangguk-angguk)
Keadaan Anton yang sudah terpengaruh hal buruk
tersebut terus berlanjut sampai kira-kira tiga minggu lamanya. Klimaksnya
terjadi di minggu ke tiga. Saat itu hari Jum’at, Anton berunding dengan Rafi
dan Toni:
Rafi : “Hei
Ton! Ini rencananya ada pertandingan nih, ikut yuk!”
Toni : “Iya
nih, masak Pak Bos nggak ikut?”
Anton : “Emang
pertandingan apa?”
Toni : “Karapan
babi!!!” (Tertawa)
Anton : “Yang
bener dong!”
Toni : “Itu
tuh , balap motor. Ikut aja yuk!”
Anton : “Wah,
boleh tuh! Gratis nggak?”
Toni : “Ya’ilah,
nggak seru dong kalo nggak ada taruhannya!”
Anton : “Trus…?”
Toni : “Ya
kita taruhan lah…!”
Rafi : “Sipp,
berapa?”
Toni : “Rp
150.000,00 gimana? Kalau tiga orang kan lumayan dapetnya?”
Rafi : “Oke
lah kalau begitu, Ton, kamu gimana?
Anton : “Mmmm…
boleh lah…!”
Toni : “OK,
besok jam 8 malam kita start di barat POM bensin Balerejo, dan finishnya di
gang sebelah barat jembatan Lembu Peteng.”
Rafi : “OK,
kita kumpul di garis start besok!”
Toni : “Sipp…!”
Sepulang sekolah setelah Jum’atan Anton bicara pada
ayahnya:
Anton : “Yah,
saya mau minta uang untuk kebutuhan tugas.”
Ayah : “Untuk
beli apa to, Nak?”
Anton : “Untuk
beli Flashdisk Yah, nanti untuk menyimpan data tugas.”
Ayah : “Berapa
harganya?”
Anton : “Ya,
macam macam, Yah. Tergantung kualitas dan kapasitasnya. Ya untuk jaga-jaga
nanti saya beli yang harganya Rp 150.000,00. Kapasitasnya lumayan besar.”
Ayah : “Oo,
ya sudah kalau begitu. Besok saja kamu beli. Sekarang cuaca masih panas.”
Anton : “Baik,
Yah. Besok sekalian saya berangkat kerja kelompok.”
Ayah : “Ya,
ya…”
Esoknya sekitar pukul 19.00 Anton diberi uang oleh
ayahnya sebesar Rp 150.000,00. Anton pun langsung berangkat. Ia berpamitan akan
belajar kelompok namun kenyataannya ia akan balap motor dengan teman-temannya.
Sekitar pukul 20.00 mereka START dan ………………………
BRUM, BRUM, BRUM, BRUUUUUUUUMMMMMMM………….
BRRUUUUUUUMMMMMMM…………
CHHIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTT………….!!!!!!
BRAAAKKKKKKKK………..!!!!!!!
Tiba-tiba terdengar bunyi melengking tinggi. Apa
yang terjadi…? Ternyata Anton jatuh dari sepeda motornya karena menghindari
seorang nenek yang sedang menyeberang jalan. Kakinya bersimbah darah. Ia segera
dibawa ke rumah sakit terdekat. Untungnya ia langsung mendapat pertolongan
pertama. Ayah dan Ibu Anton segera ditelfon. Mereka pun langsung datang ke
Rumah sakit. Sampai di sana, tangan kiri Anton sudah digips dan kaki kirinya
diperban. Sedangkan untuk berjalan ia harus memakai kruk.
Ibu : “Aduh
Nak… kenapa sampai seperti ini?” (Hampir menangis)
Anton : “Maaf,
Pak, Bu. Selama ini saya telah berbohong pada Ayah dan Ibu.” (Rafi dan Toni
tertunduk)
Ayah : “Maksudmu…?”
Anton : “Uang
saku yang selama ini selalu habis bukan untuk mengerjakan tugas, melainkan
untuk membeli rokok…”
Ayah : “Apa…!!!”
(Mulai marah)
Anton : “Lalu,
uang yang saya bilang untuk membeli Flashdisk sebenarnya untuk taruhan balap
motor yang membuat saya jatuh sampai seperti ini.”
Ibu : “Jadi,
kamu tadi balapan? Bukan kerja kelompok?”
Anton : “Ya,
Bu…”
Ayah : (Marah) “Ooo… sudah besar kamu sekarang ya…?
Sudah pintar bohong? Sekarang, kalau sudah seperti ini bagaimana…!?”
Ibu : “Sudahlah
Yah, anak kita ‘kan sedang dalam musibah…?”
Ayah : “Anak
seperti ini, harus diberi pelajaran, Bu…!”
Ibu : “Sudahlah,
Yah. Allah sudah mengingatkan Anton dengan cara-Nya. Pasti Anton sudah sadar?”
Anton : “Iya,
Yah, Bu. Anton minta maaf. Anton berjanji tak akan mengulangi lagi…”
Ayah : (Sambil menghela nafas dan mengangguk-angguk)
“Ya sudah, Nak. Ayah dan Ibu maafkan…”
Anton : (Mencium tangan kedua orang tuanya)
Akhirnya
sejak saat itu, Anton dan sahabatnya sadar mereka tak akan mengulangi lagi.
Persahabatan merekapun tetap terjaga, entah sampai kapan….? Mungkin sampai
berakhirnya cerita ini.
1 komentar:
hmmm,lagunya enak,kira2 judul lagunya apa ya?
Posting Komentar